Thursday, 27 September 2012

Tafsir Surat An Nur Ayat 35

 
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat per­umpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan perkataan ‘Abdullah bin ‘Abbas  tentang firman Allah “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” yakni, Allah pemberi petunjuk bagi penduduk langit dan bumi. Ibnu Juraij berkata, Mujahid dan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata tentang firman Allah ‘Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.’ Yaitu, yang mengatur urusan di langit dan di bumi, mengatur bintang-bintang, matahari, dan bulan.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Anas bin Malik , ia berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Cahaya-Ku adalah petunjuk.’” Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Abu Ja'far ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab tentang firman Allah “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya.” Yaitu, orang Mukmin yang Allah resapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Lalu Allah me­nyebut­kan permisalan tentangnya, Allah berfirman:  “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” Allah memulai dengan menyebutkan cahaya-Nya, kemudian menyebutkan cahaya orang Mukmin: “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya.” Ubay membacanya:  “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya,” yaitu seorang Mukmin yang Allah resapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Demikianlah diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair dan Qais bin Sa’ad dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, bahwa beliau membacanya:  “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada Allah.”
Sebagian qari’ membacanya:  “Allah Penerang langit dan bumi.” Adh-Dhahhak membacanya:  “Allah yang menerangi langit dan bumi.”
Dalam menafsirkan ayat ini, as-Suddi berkata: “Dengan cahaya-Nya langit dan bumi menjadi terang benderang.”
Dalam kitab ash-Shahihain diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas , ia berkata: “Apabila Rasulullah bangun di tengah malam, beliau berdo’a:
“Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau adalah cahaya langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya.” (Al-Hadits)
Firman Allah “Perumpamaan cahaya-Nya,” ada dua pendapat berkaitan dengan dhamir (kata ganti orang ketiga) dalam ayat ini:
  1. Dhamir tersebut kembali kepada Allah, yakni perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati seorang Mukmin seperti misykaah (lubang yang tak tembus). Demikian dikatakan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas .
  2. Dhamir tersebut kembali kepada orang-orang Mukmin yang disebutkan dalam konteks kalimat, yakni perumpamaan cahaya seorang Mukmin yang ada dalam hatinya seperti misykaah. Hati seorang Mukmin disamakan dengan fitrahnya, yaitu hidayah dan cahaya al-Qur-an yang diterimanya yang sesuai dengan fitrahnya. Seperti disebutkan dalam ayat lain:
 “Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang mempunyai bukti yang nyata (al-Qur-an) dari Rabbnya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah.” (QS. Huud: 17)
Allah menyamakan kemurnian hati seorang Mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur-an dan syari’at yang dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak, tidak kotor dan tidak bengkok. Firman Allah “Seperti sebuah lubang yang tak tembus,Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Muhammad bin Ka’ab, dan lainnya mengatakan: “Misykaah adalah tempat sumbu pada lampu, itulah makna yang paling masyhur.” Firman Allah “Yang di dalamnya ada pelita besar,” yaitu cahaya yang terdapat di dalam lentera. Ubay bin Ka’ab mengatakan: “Mishbaah adalah cahaya, yaitu al-Qur-an dan iman yang terdapat dalam dada seorang Mukmin.”
Firman Allah “Pelita itu di dalam kaca,” cahaya tersebut memancar dalam kaca yang bening. Ubay bin Ka’ab dan para ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya adalah perumpamaan hati seorang Mukmin.” Firman Allah “(Dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” sebagian qari[1] membacanya tanpa hamzah di akhir kata, yakni seakan-akan bintang seperti mutiara. Sebagian lainnya membaca  dan  atau dengan kasrah dan dhammah huruf daal dan dengan hamzah, diambil dari kata , artinya lontaran. Karena bintang apabila dilontarkan akan lebih bercahaya daripada kondisi-kondisi lainnya. Bangsa Arab menyebut bintang-bintang yang tidak diketahui namanya dengan sebutan . Ubay bin Ka’ab mengatakan: “Yakni bintang-bintang yang bercahaya.”
Firman Allah “Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,” yaitu berasal dari minyak zaitun, pohon yang penuh berkah, yakni pohon zaitun. Dalam kalimat, kedudukan kata  adalah badal atau ‘athaf bayan. Firman Allah Yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” tempat tumbuhnya bukan di sebelah timur hingga tidak terkena sinar matahari di awal siang dan bukan pula di sebelah barat hingga tertutupi bayangan sebelum matahari terbenam, namun letaknya di tengah, terus disinari matahari sejak pagi sampai sore. Sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, sedang dan bercahaya.
Abu Ja’far ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab   tentang firman Allah “Pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” beliau berkata: “Yakni pohon zaitun yang hijau dan segar yang  tidak terkena sinar matahari, bagaimanapun kondisinya, baik ketika matahari terbit maupun matahari terbenam.” Beliau melanjutkan: “Demikianlah seorang Mukmin yang terpelihara dari fitnah-fitnah. Adakalanya ia tertimpa fitnah, namun Allah meneguhkannya, ia selalu berada dalam empat keadaan berikut: Jika berkata ia jujur, jika menghukum ia berlaku adil, jika diberi cobaan ia bersabar dan jika diberi, ia bersyukur. Keadaannya di antara manusia lainnya seperti seorang yang hidup berjalan di tengah-tengah kubur orang-orang yang sudah mati. Zaid bin Aslam mengatakan: “Maksud firman Allah Tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),’ yaitu negeri Syam.”
Firman Allah   “(Yaitu), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api,”“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),” al-‘Aufi meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas , bahwa maksudnya adalah iman seorang hamba dan amalnya. Ubay bin Ka’ab berkata tentang firman Allah : ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Yakni, disebabkan kilauan minyak yang ber­cahaya. Firman Allah “Cahaya di atas cahaya,” yakni tidak lepas dari lima cahaya, perkataannya adalah cahaya, amalnya adalah cahaya, tempat masuknya adalah cahaya, tempat keluarnya adalah cahaya, tempat kembalinya adalah cahaya pada hari Kiamat, yakni Surga. As-Suddi mengatakan: “Maksudnya adalah, cahaya api dan cahaya minyak, apabila bersatu akan bersinar, keduanya tidak akan bersinar dengan sendirinya jika tidak berpasangan. Demikian pula cahaya al-Qur-an dan cahaya iman manakala bersatu, tidak akan bercahaya kecuali bila keduanya ber­satu.”
Firman Allah “Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,” Allah membimbing kepada hidayah bagi siapa yang Dia kehendaki, seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari ‘Abdullah bin ‘Amr , bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian Allah memberi cahaya-Nya kepada mereka. Barang siapa mendapat cahaya-Nya pada saat itu, berarti ia telah mendapat petunjuk dan barang siapa tidak mendapatkannya berarti ia telah sesat. Oleh karena itu, aku katakan: ‘Al-Qur-an (penulis takdir) dari ilmu Allah telah kering.’”
Firman Allah “Dan Allah mem­perbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” Setelah menyebutkan perumpamaan cahaya-Nya dan hidayah-Nya dalam hati seorang Mukmin, Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya:  “Dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” Yaitu, Dia Mahamengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak disesatkan.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri , bahwa Rasulullah bersabda:
“Hati itu ada empat macam: Pertama, qalbun ajrad (hati yang polos tak bernoda) di dalamnya seperti ada pelita yang bersinar. Kedua, qalbun aghlaf (hati yang tertutup) yang terikat tutupnya. Ketiga, qalbun mankuus (hati yang terbalik). Keempat, qalbun mushfah (hati yang terlapis). Adapun qalbun ajrad adalah hati seorang Mukmin, pelita dalam hatinya adalah cahaya, qalbun aghlaf adalah hati orang kafir, qalbun mankuus adalah hati orang munafik, yang mengetahui kemudian mengingkari. Qalbun mushfah adalah hati yang di dalamnya bercampur iman dan nifak, iman yang ada di dalamnya seperti tanaman yang disirami air yang segar dan nifak yang ada di dalamnya seperti bisul yang disirami darah dan nanah, mana dari dua unsur di atas yang lebih dominan, maka itulah yang akan menguasai hatinya.”[2]
Sanadnya bagus, namun tidak diriwayatkan oleh penulis-penulis kitab hadits lainnya.



[1]  Nafi’, Ibnu ‘Amir, Hafsh, dan Ibnu Katsir membacanya durr tanpa hamzah di akhir kata. Abu ‘Amr membacanya dirri, demikian pula al-Kisa-i. Sementara Syu’bah dan Hamzah membacanya dengan dhammah dan mad, yakni duurri.

[2]  Dha’if, di dalam sanadnya ada kelemahan dan sanadnya terputus.-ed

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber:

 Dirangkum dari Buku Tafsir Ibnu Katsir Edisi Lux (hal. 436-440) 

 

No comments:

 
;