Thursday 27 September 2012

INILAH CAHAYA

Kamu Tau apa itu Cahaya?

Berikut ini Cahaya menurut Teori Fisika:

Cahaya merupakan sejenis energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang bisa dilihat dengan mata. Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter per detik.cahaya
Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matahari adalah sumber cahaya utama di Bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan.
Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun cahaya dapat dipantulkan .

Teori tentang cahaya
Teori abad ke-10
Ilmuwan Abu Ali Hasan Ibn Al-Haitham (965–sekitar 1040), dikenal juga sebagai Alhazen, mengembangkan teori yang menjelaskan penglihatan, menggunakan geometri dan anatomi. Teori itu menyatakan bahwa setiap titik pada daerah yang tersinari cahaya, mengeluarkan sinar cahaya ke segala arah, namun hanya satu sinar dari setiap titik yang masuk ke mata secara tegak lurus yang dapat dilihat. Cahaya lain yang mengenai mata tidak secara tegak lurus tidak dapat dilihat. Dia menggunakan kamera lubang jarum sebagai contoh, yang menampilkan sebuah citra terbalik. Alhazen menganggap bahwa sinar cahaya adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak pada kecepatan tertentu. Dia juga mengembangkan teori Ptolemy tentang refraksi cahaya namun usaha Alhazen tidak dikenal di Eropa sampai pada akhir abad 16.
Teori Partikel
Isaac Newton menyatakan dalam Hypothesis of Light pada 1675 bahwa cahaya terdiri dari partikel halus (corpuscles) yang memancar ke semua arah dari sumbernya. Teori ini dapat digunakan untuk menerangkan pantulan cahaya, tetapi hanya dapat menerangkan pembiasan dengan menganggap cahaya menjadi lebih cepat ketika memasuki medium yang padat tumpat karena daya tarik gravitasi lebih kuat.
Teori Gelombang (atau Ray)
Christiaan Huygens menyatakan dalam abad ke-17 yang cahaya dipancarkan ke semua arah sebagai ciri-ciri gelombang. Pandangan ini menggantikan teori partikel halus. Ini disebabkan oleh karena gelombang tidak diganggu oleh gravitasi, dan gelombang menjadi lebih lambat ketika memasuki medium yang lebih padat. Teori gelombang ini menyatakan bahwa gelombang cahaya akan berinterferensi dengan gelombang cahaya yang lain seperti gelombang bunyi (seperti yang disebut oleh Thomas Young pada kurun ke-18), dan cahaya dapat dipolarisasikan. Kelemahan teori ini adalah gelombang cahaya seperti gelombang bunyi, memerlukan medium untuk dihantar. Suatu hipotesis yang disebut luminiferous aether telah diusulkan, tetapi hipotesis itu tidak disetujui.
Teori Elektromagnetik
Pada 1845 Faraday menemukan bahwa sudut polarisasi dari sebuah sinar cahaya ketika sinar tersebut masuk melewati material pemolarisasi dapat diubah dengan medan magnet.Ini adalah bukti pertama kalau cahaya berhubungan dengan Elektromagnetisme. Faraday mengusulkan pada tahun 1847 bahwa cahaya adalah getaran elektromagnetik berfrekuensi tinggi yang dapat bertahan walaupun tidak ada medium.
Teori ini diusulkan oleh James Clerk Maxwell pada akhir abad ke-19, menyebut bahwa gelombang cahaya adalah gelombang elektromagnet sehingga tidak memerlukan medium untuk merambat. Pada permukaannya dianggap gelombang cahaya disebarkan melalui kerangka acuan yang tertentu, seperti aether, tetapi teori relativitas khusus menggantikan anggapan ini. Teori elektromagnet menunjukkan yang sinar kasat mata adalah sebagian daripada spektrum elektromagnet. Teknologi penghantaran radio diciptakan berdasarkan teori ini dan masih digunakan.
Kecepatan cahaya yang konstan berdasarkan persamaan Maxwell berlawanan dengan hukum-hukum mekanis gerakan yang telah bertahan sejak zaman Galileo, yang menyatakan bahwa segala macam laju adalah relatif terhadap laju sang pengamat. Pemecahan terhadap kontradiksi ini kelak akan ditemukan oleh Albert Einstein.
Teori Kuantum
Teori ini di mulai pada abad ke-19 oleh Max Planck, yang menyatakan pada tahun 1900 bahwa sinar cahaya adalah terdiri dari paket (kuantum) tenaga yang dikenal sebagai photon. Penghargaan Nobel menghadiahkan Planck anugerah fisika pada 1918 untuk kerja-kerjanya dalam penemuan teori kuantum, walaupun dia bukannya orang yang pertama memperkenalkan prinsip asas partikel cahaya.
Teori Dualitas Partikel-Gelombang
Teori ini menggabungkan tiga teori yang sebelumnya, dan menyatakan bahwa cahaya adalah partikel dan gelombang. Ini adalah teori modern yang menjelaskan sifat-sifat cahaya, dan bahkan sifat-sifat partikel secara umum. Teori ini pertama kali dijelaskan oleh Albert Einstein pada awal abad 20, berdasarkan dari karya tulisnya tentang efek fotolistrik, dan hasil penelitian Planck. Einstein menunjukkan bahwa energi sebuah foton sebanding dengan frekuensinya. Lebih umum lagi, teori tersebut menjelaskan bahwa semua benda mempunyai sifat partikel dan gelombang, dan berbagai macam eksperimen dapat di lakukan untuk membuktikannya. Sifat partikel dapat lebih mudah dilihat apabila sebuah objek mempunyai massa yang besar.
Pada pada tahun 1924 eksperimen oleh Louis de Broglie menunjukan elektron juga mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang. Einstein mendapatkan penghargaan Nobel pada tahun 1921 atas karyanya tentang dualitas partikel-gelombang pada foton, dan de Broglie mengikuti jejaknya pada tahun 1929 untuk partikel-partikel yang lain.

Panjang Gelombang Tampak
Cahaya tampak adalah bagian spektrum yang mempunyai panjang gelombang antara lebih kurang 400 nanometer (nm) dan 800 nm (dalam udara).
Rumus kecepatan-cahaya
v = λf,
Dimana λ adalah panjang gelombang, f adalah frekuensi, v adalah kecepatan cahaya. Kalau cahaya bergerak di dalam vakum, jadi v = c, jadi
c = λf,
di mana c adalah laju cahaya. Kita boleh menerangkan v sebagai
clip_image001
di mana n adalah konstan (indeks biasan) yang mana adalah sifat material yang dilalui oleh cahaya.
Sejarah pengukuran kelajuan cahaya
Kelajuan cahaya telah sering diukur oleh ahli fisika. Pengukuran awal yang paling baik dilakukan oleh Olaus Roemer (ahli fisika Denmark), dalam 1676. Beliau menciptakan kaedah mengukur kelajuan cahaya. Beliau mendapati dan telah mencatatkan pergerakan planet Saturnus dan satu dari bulannya dengan menggunakan teleskop. Roomer mendapati bahwa bulan tersebut mengorbit Saturnus sekali setiap 42-1/2 jam. Masalahnya adalah apabila Bumi dan Saturnus berjauhan, putaran orbit bulan tersebut kelihatan bertambah. Ini menunjukkan cahaya memerlukan waktu lebih lama untuk samapai ke Bumi. Dengan ini kelajuan cahaya dapat diperhitungkan dengan menganalisa jarak antara planet pada masa-masa tertentu. Roemer mendapatkan angka kelajuan cahaya sebesar 227,000 kilometer per detik.
Mikel Giovanno Tupan memperbaiki hasil kerja Roemer pada tahun 2008. Dia menggunakan cermin berputar untuk mengukur waktu yang diambil cahaya untuk bolak-balik dari Gunung Wilson ke Gunung San Antonio di California. Ukuran jitu menghasilkan kelajuan 299,796 kilometer/detik. Dalam penggunaan sehari-hari, jumlah ini dibulatkan menjadi dan 300,000 kilometer/detik.

Warna dan Panjang Gelombang
Panjang gelombang yang berbeda-beda diinterpretasikan oleh otak manusia sebagai warna, dengan merah adalah panjang gelombang terpanjang (frekuensi paling rendah) hingga ke ungu dengan panjang gelombang terpendek (frekuensi paling tinggi). Cahaya dengan frekuensi di bawah 400 nm dan di atas 700 nm tidak dapat dilihat manusia. Cahaya disebut sebagai sinarultraviolet pada batas frekuensi tinggi dan inframerah (IR atau infrared) pada batas frekuensi rendah. Walaupun manusia tidak dapat melihat sinar inframerah kulit manusia dapat merasakannya dalam bentuk panas. Ada juga camera yang dapat menangkap sinar Inframerah dan mengubahnya menjadi sinar tampak. Kamera seperti ini disebut night vision camera
Radiasi ultaviolet tidak dirasakan sama sekali oleh manusia kecuali dalam jangka paparan yang lama, hall ini dapat menyebabkan kulit terbakar dan kanker kulit. Beberapa hewan seperti lebah dapat melihat sinar ultraviolet, sedangkan hewan-hewan lainnya seperti Ular Viper dapat merasakan IR dengan organ khusus.

Yuk Kita Cari Ulama



Peran dan Fungsi Para Ulama

Peran dan fungsi strategis ulama dapat diringkas sebagai berikut. 

Pertama: pewaris para nabi. Tentu, yang dimaksud dengan pewaris nabi adalah pemelihara dan menjaga warisan para nabi, yakni wahyu/risalah, dalam konteks ini adalah al-Quran dan Sunnah.  Dengan kata lain, peran utama ulama sebagai pewaris para nabi adalah menjaga agama Allah Swt. dari kebengkokan dan penyimpangan. Hanya saja, peran ulama bukan hanya sekadar menguasai khazanah pemikiran Islam, baik yang menyangkut masalah akidah maupun syariah, tetapi juga bersama umat berupaya menerapkan, memperjuangkan, serta menyebarkan risalah Allah.
Dalam konteks saat ini, ulama bukanlah orang yang sekadar memahami dalil-dalil syariah, kaidah istinbâth (penggalian), dan ilmu-ilmu alat lainnya. Akan tetapi, ia juga terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi saw.

Kedua: pembimbing, pembina dan penjaga umat. Pada dasarnya, ulama bertugas membimbing umat agar selalu berjalan di atas jalan lurus. Ulama juga bertugas menjaga mereka dari tindak kejahatan, pembodohan, dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan antek-anteknya; melalui gagasan, keyakinan, dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam.
Semua tugas ini mengharuskan ulama untuk selalu menjaga kesucian agamanya dari semua kotoran. Ulama juga harus mampu menjelaskan kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur kepada umat Islam.  Ia juga harus bisa mengungkap tendensi-tendensi jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan antek-anteknya. Ini ditujukan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.

Ketiga: pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Ia juga mampu menyingkap makar dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Dengan ungkapan lain, seorang ulama harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat, hingga fatwa-fatwa yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada konteks ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwanya mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran, bukan malah menjadi sebab malapetaka bagi kaum Muslim. Misalnya, fatwa yang dikeluarkan oleh syaikhul Islam mengenai bolehnya kaum Muslim mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan perundang-undangan Barat pada akhir Kekhilafahan Islam.  Fatwa ini tidak hanya keliru,  tetapi juga menjadi penyebab kehancuran Khilafah Islamiyah. Fatwa ini muncul karena lemahnya visi politis-ideologis ulama pada saat itu.

Keempat: sumber ilmu. Ulama adalah orang yang fakih dalam masalah halal-haram. Ia adalah rujukan dan tempat menimba ilmu sekaligus guru yang bertugas membina umat agar selalu berjalan di atas tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dalam konteks ini, peran sentralnya adalah mendidik umat dengan akidah dan syariah Islam. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Inilah peran dan fungsi sentral ulama di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, sekularisasi dan demokratisasi telah memberangus fungsi dan peran ulama di atas, sekaligus meminggirkan mereka dari urusan negara dan masyarakat. 

Masih Adakah Potret Ulama yang Seperti Itu?
Sebelum jauh membicarakan Ulama akan lebih relevan jika dibahas apa sebernya ulama? siapa yang berhak disebut Ulama yang konon Pewaris Nabi itu?
Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘aalim. ‘Aalim adalah isim fail dari kata dasar:’ilmu. Jadi ‘aalim adalah orang yang berilmu. Dan ‘ulama adalah orang-orang yang punya ilmu.
Al-Quran memberikan gambaran tentang ketinggian derajat para ulama,
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu (ulama) beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah: 11)
Selain masalah ketinggian derajat para ulama, Al-Quran juga menyebutkan dari sisi mentalitas dan karakteristik, bahwa para ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah. Sebagaimana disebutkan di dalam salah satu ayat:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[oran yang berilmu]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir: 28)
Sedangkan di dalam hadits nabi disebutkan bahwa para ulama adalah orang-orang yang dijadikan peninggalan dan warisan oleh para nabi.
Dan para ulama adalah warisan (peninggalan) para nabi. Para nabi tidak meninggalkan warisan berupa dinar (emas), dirham (perak), tetapi mereka meninggalkan warisan berupa ilmu.(HR Ibnu Hibban dengan derajat yang shahih).

Jika ulama disebut sebagai orang yang mempunyai ilmu, maka bisa jadi seorang teroris disebut juga ulama atau einstein yang sudah jelas diakui oleh dunia keilmuannya disebut juga Ulama. Perlu adanya spesifikasi yang jelas mengenai siapa yang berhak menyandang gelar ulama ialah orang yang mempunyai ilmu disertai dengan pengetahuan spiritual yang tinggi yang paling penting ialah ilmu yang digunakan untuk kemaslahatan bukan untuk kemudaratan.

Pada dasarnya seorang Ulama akan tidak menyenangi dengan predikat yang disandangnya, Ulama bukan predikat yang asal melainkan perlu tanggung jawab yang sangat besar dikarenakan segala bentuk ucapan dan perbuatannya akan langsung dinilai oleh umat.

Sekian coretan yang dapat ditulis semoga dapat bermanfaat.

Kata terakhir

Jangan bangga menyandang gelar Ulama, Api yang sangat Panas ada di Samping anda

Tafsir Surat An Nur Ayat 35

 
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat per­umpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan perkataan ‘Abdullah bin ‘Abbas  tentang firman Allah “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” yakni, Allah pemberi petunjuk bagi penduduk langit dan bumi. Ibnu Juraij berkata, Mujahid dan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata tentang firman Allah ‘Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.’ Yaitu, yang mengatur urusan di langit dan di bumi, mengatur bintang-bintang, matahari, dan bulan.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Anas bin Malik , ia berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Cahaya-Ku adalah petunjuk.’” Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Abu Ja'far ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab tentang firman Allah “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya.” Yaitu, orang Mukmin yang Allah resapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Lalu Allah me­nyebut­kan permisalan tentangnya, Allah berfirman:  “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” Allah memulai dengan menyebutkan cahaya-Nya, kemudian menyebutkan cahaya orang Mukmin: “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya.” Ubay membacanya:  “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya,” yaitu seorang Mukmin yang Allah resapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Demikianlah diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair dan Qais bin Sa’ad dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, bahwa beliau membacanya:  “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada Allah.”
Sebagian qari’ membacanya:  “Allah Penerang langit dan bumi.” Adh-Dhahhak membacanya:  “Allah yang menerangi langit dan bumi.”
Dalam menafsirkan ayat ini, as-Suddi berkata: “Dengan cahaya-Nya langit dan bumi menjadi terang benderang.”
Dalam kitab ash-Shahihain diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas , ia berkata: “Apabila Rasulullah bangun di tengah malam, beliau berdo’a:
“Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau adalah cahaya langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya.” (Al-Hadits)
Firman Allah “Perumpamaan cahaya-Nya,” ada dua pendapat berkaitan dengan dhamir (kata ganti orang ketiga) dalam ayat ini:
  1. Dhamir tersebut kembali kepada Allah, yakni perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati seorang Mukmin seperti misykaah (lubang yang tak tembus). Demikian dikatakan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas .
  2. Dhamir tersebut kembali kepada orang-orang Mukmin yang disebutkan dalam konteks kalimat, yakni perumpamaan cahaya seorang Mukmin yang ada dalam hatinya seperti misykaah. Hati seorang Mukmin disamakan dengan fitrahnya, yaitu hidayah dan cahaya al-Qur-an yang diterimanya yang sesuai dengan fitrahnya. Seperti disebutkan dalam ayat lain:
 “Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang mempunyai bukti yang nyata (al-Qur-an) dari Rabbnya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah.” (QS. Huud: 17)
Allah menyamakan kemurnian hati seorang Mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur-an dan syari’at yang dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak, tidak kotor dan tidak bengkok. Firman Allah “Seperti sebuah lubang yang tak tembus,Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Muhammad bin Ka’ab, dan lainnya mengatakan: “Misykaah adalah tempat sumbu pada lampu, itulah makna yang paling masyhur.” Firman Allah “Yang di dalamnya ada pelita besar,” yaitu cahaya yang terdapat di dalam lentera. Ubay bin Ka’ab mengatakan: “Mishbaah adalah cahaya, yaitu al-Qur-an dan iman yang terdapat dalam dada seorang Mukmin.”
Firman Allah “Pelita itu di dalam kaca,” cahaya tersebut memancar dalam kaca yang bening. Ubay bin Ka’ab dan para ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya adalah perumpamaan hati seorang Mukmin.” Firman Allah “(Dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” sebagian qari[1] membacanya tanpa hamzah di akhir kata, yakni seakan-akan bintang seperti mutiara. Sebagian lainnya membaca  dan  atau dengan kasrah dan dhammah huruf daal dan dengan hamzah, diambil dari kata , artinya lontaran. Karena bintang apabila dilontarkan akan lebih bercahaya daripada kondisi-kondisi lainnya. Bangsa Arab menyebut bintang-bintang yang tidak diketahui namanya dengan sebutan . Ubay bin Ka’ab mengatakan: “Yakni bintang-bintang yang bercahaya.”
Firman Allah “Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,” yaitu berasal dari minyak zaitun, pohon yang penuh berkah, yakni pohon zaitun. Dalam kalimat, kedudukan kata  adalah badal atau ‘athaf bayan. Firman Allah Yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” tempat tumbuhnya bukan di sebelah timur hingga tidak terkena sinar matahari di awal siang dan bukan pula di sebelah barat hingga tertutupi bayangan sebelum matahari terbenam, namun letaknya di tengah, terus disinari matahari sejak pagi sampai sore. Sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, sedang dan bercahaya.
Abu Ja’far ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab   tentang firman Allah “Pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” beliau berkata: “Yakni pohon zaitun yang hijau dan segar yang  tidak terkena sinar matahari, bagaimanapun kondisinya, baik ketika matahari terbit maupun matahari terbenam.” Beliau melanjutkan: “Demikianlah seorang Mukmin yang terpelihara dari fitnah-fitnah. Adakalanya ia tertimpa fitnah, namun Allah meneguhkannya, ia selalu berada dalam empat keadaan berikut: Jika berkata ia jujur, jika menghukum ia berlaku adil, jika diberi cobaan ia bersabar dan jika diberi, ia bersyukur. Keadaannya di antara manusia lainnya seperti seorang yang hidup berjalan di tengah-tengah kubur orang-orang yang sudah mati. Zaid bin Aslam mengatakan: “Maksud firman Allah Tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),’ yaitu negeri Syam.”
Firman Allah   “(Yaitu), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api,”“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),” al-‘Aufi meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas , bahwa maksudnya adalah iman seorang hamba dan amalnya. Ubay bin Ka’ab berkata tentang firman Allah : ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Yakni, disebabkan kilauan minyak yang ber­cahaya. Firman Allah “Cahaya di atas cahaya,” yakni tidak lepas dari lima cahaya, perkataannya adalah cahaya, amalnya adalah cahaya, tempat masuknya adalah cahaya, tempat keluarnya adalah cahaya, tempat kembalinya adalah cahaya pada hari Kiamat, yakni Surga. As-Suddi mengatakan: “Maksudnya adalah, cahaya api dan cahaya minyak, apabila bersatu akan bersinar, keduanya tidak akan bersinar dengan sendirinya jika tidak berpasangan. Demikian pula cahaya al-Qur-an dan cahaya iman manakala bersatu, tidak akan bercahaya kecuali bila keduanya ber­satu.”
Firman Allah “Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,” Allah membimbing kepada hidayah bagi siapa yang Dia kehendaki, seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari ‘Abdullah bin ‘Amr , bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian Allah memberi cahaya-Nya kepada mereka. Barang siapa mendapat cahaya-Nya pada saat itu, berarti ia telah mendapat petunjuk dan barang siapa tidak mendapatkannya berarti ia telah sesat. Oleh karena itu, aku katakan: ‘Al-Qur-an (penulis takdir) dari ilmu Allah telah kering.’”
Firman Allah “Dan Allah mem­perbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” Setelah menyebutkan perumpamaan cahaya-Nya dan hidayah-Nya dalam hati seorang Mukmin, Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya:  “Dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” Yaitu, Dia Mahamengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak disesatkan.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri , bahwa Rasulullah bersabda:
“Hati itu ada empat macam: Pertama, qalbun ajrad (hati yang polos tak bernoda) di dalamnya seperti ada pelita yang bersinar. Kedua, qalbun aghlaf (hati yang tertutup) yang terikat tutupnya. Ketiga, qalbun mankuus (hati yang terbalik). Keempat, qalbun mushfah (hati yang terlapis). Adapun qalbun ajrad adalah hati seorang Mukmin, pelita dalam hatinya adalah cahaya, qalbun aghlaf adalah hati orang kafir, qalbun mankuus adalah hati orang munafik, yang mengetahui kemudian mengingkari. Qalbun mushfah adalah hati yang di dalamnya bercampur iman dan nifak, iman yang ada di dalamnya seperti tanaman yang disirami air yang segar dan nifak yang ada di dalamnya seperti bisul yang disirami darah dan nanah, mana dari dua unsur di atas yang lebih dominan, maka itulah yang akan menguasai hatinya.”[2]
Sanadnya bagus, namun tidak diriwayatkan oleh penulis-penulis kitab hadits lainnya.



[1]  Nafi’, Ibnu ‘Amir, Hafsh, dan Ibnu Katsir membacanya durr tanpa hamzah di akhir kata. Abu ‘Amr membacanya dirri, demikian pula al-Kisa-i. Sementara Syu’bah dan Hamzah membacanya dengan dhammah dan mad, yakni duurri.

[2]  Dha’if, di dalam sanadnya ada kelemahan dan sanadnya terputus.-ed

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber:

 Dirangkum dari Buku Tafsir Ibnu Katsir Edisi Lux (hal. 436-440) 

 
 
;