Wednesday 11 November 2015

BERMAIN JIWA


OLEH
TRI HANDOKO

Bermain jiwa ini adalah sebuah usaha dari diri saya untuk mencoba menuangkan pengalaman hidup saya  dalam sebuah tulisan untuk pertama kalinya. Saya tidak pernah berkeinginan sekalipun untuk menulis sesuatu atau bahkan menjadikannya dalam hal yang berwujud buku. Bermain jiwa? Kenapa saya memilih judul ini? Sulit untuk menjawabnya karena hal ini spontan saja hadir dalam otak saya. Anda bisa bayangkan untuk seorang yang tidak pernah menulis bahkan membuat judulpun terasa sulit.
Saya tidak pernah mengenal arti kata spiritualitas yang sebelumnya, hingga saat akhirnya bertemu orang orang yang bergabung dalam grup spiritualitas Indonesia. Kejadian yang hingga saat ini pun saya rasakan penuh keanehan dan keajaiban. Entah kenapa dalam kejenuhan perjalanan hidup saya, saya berkeinginan dengan teman teman baru yang mungkin saja membantu meringankan beban atau syukur syukur bisa mendapat pencerahan untuk memperoleh jawaban permasalahan saya. Setiap orang pasti punya masalah sendiri dan saya juga tak luput juga dari masalah yang bertubi tubi hingga membuat otak ini terasa penuh dan tidak bisa diajak berpikir lagi alias mentok. Saya menyimpan pengalaman spiritual ini hampir 20 tahun lebih lamanya, ya pengalaman yang kadang coba saya hapus dari memori tetapi serasa terus mengikuti saya dan tidak juga mau pergi atau terlupakan. Saya mengalami perjumpaan dengan Tuhan hampir 24 tahun yang lalu semasa saya masih duduk di kelas 1 SMA. Wajarnya anak muda saat itu memang dalam proses mencari identitas diri. Kebetulan saya pribadi adalah seorang dengan karakter yang tidak pedean dan penakut, saya merasa selalu merasa tidak aman ketika dalam lingkungan baru dan bahkan untuk mengenal orang baru. Awal cerita pengalaman ini bermula ketika memang saya berguru pada seseorang dengan tujuan saya waktu itu supaya paling tidak mahir beladiri agar tumbuh kepercayaan diri dan mampu mengatasi rasa ketakutan saya akan segala sesuatu. Tapi entah apa mau apa dikata, cita cita saya tersebut tak juga terwujud sekalipun sudah cukup lumayan bisa beladiri. Hingga pada suatu saat dalam satu momen bagian dari proses belajar tersebut saya sedikit mengenal apa itu meditasi. Dan entah kenapa saya justru lebih menikmati proses belajar meditasi itu sendiri dibanding untuk mendalami beladiri. Meskipun kedua materi itu bersamaan diberikan dalam proses belajar beladiri, saya memutuskan untuk lebih mendalami meditasi ini. Sedikit gambaran bahwa proses saya berguru adalah dengan tinggal bersama guru saya, dan kebetulan saja meskipun guru saya adalah berlatar belakang kejawen tetapi dalam penyampaian proses pembelajaran lebih simple dan modern. Hampir bisa dikatakan selama 2 tahun, saya menghabiskan waktu tinggal di padepokan tersebut. Saya juga rutin kembali ke rumah saya sendiri karena memang jaraknya yang tak begitu jauh tetapi hanya untuk mengambil baju dan peralatan sekolah saya.
Peristiwa penting dalam hidup saya terjadi ketika saya bermeditasi rutin setiap pagi di padepokan. Dalam satu kesempatan meditasi memandang matahari tanpa sengaja saya melihat figur symbol Tuhan dalam agama saya, saya tidak sendirian saat itu karena ada teman yang bermeditasi juga saat itu dan kebetulan mengalami hal yang sama. Meditasi dengan memandang langsung matahari ini memang diajarkan guru saya, tentu saja lewat beberapa proses persiapan. Meditasi ini dilakukan pada pagi hari matahari terbit dan bertahap mulai hanya memandang singkat hingga jika sudah cukup bisa dalam waktu lebih lama. Karena saya menikmati kegiatan ini sekalipun saat itu juga ada kekhawatiran kalau saja akan membuat mata saya rusak tapi mungkin karena dorongan kuat untuk belajar, resiko tersebut saya kesampingkan. Semenjak peristiwa itu ada yang berubah dalam diri saya, saya merasa lebih tenang dan percaya diri. Rasa takut yang selama ini dominant dalam diri saya, seperti hilang seketika. Hal yang paling aneh adalah seketika indera ke 6 saya sepertinya otomatis terbangkitkan. Semula saya tidak pernah bisa mahluk mahluk yang tak kasat mata, sekalipun juga diajarkan dalam materi belajar saya, tetapi sebelumnya saya belum bisa dan terasa sulit sekali dan setelah peristiwa itu, kemampuan itu seketika bisa saya lakukan. Setiap saat, jika ada waktu luang saya gunakan untuk meditasi seperti orang kecanduan meditasi rasanya. Hal ini berjalan beberapa lama dan saya belum sampaikan hal ini ke guru saya. Hingga pada suatu saat, saya kehilangan minat untuk memperdalam beladiri karena saya piker tidak mampu menghapus rasa takut saya dan justru dengan meditasi seolah olah semua masalah tadi bisa teratasi. Saya akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan hal ini ke guru saya dengan maksud jika diijinkan saya akan memperdalam ilmu meditasi saja. Tanpa saya sangka ternyata guru saya telah mengetahui hal ini dan waktu itu guru saya mengatakan pada saatnya nanti beliau akan ajarkan pengetahuan tentang hal tersebut tapi butuh waktu karena usia saya dipandang belum cukup memenuhi persyaratan. Saya mengalami kejenuhan dalam proses menunggu janji tersebut, sedangkan minat saya dalam belajar beladiri sudah hilang sama sekali. Guru saya menangkap kegalauan saya tersebut dan sempat beberapa kali memberi kesempatan saya untuk mengikuti kelas pengajaran ilmu hidup bersama murid murid lain yang sudah berumur. Tetapi mungkin benar karena factor umur, saya merasa seperti salah kelas karena seperti merasa tidak nyambung dengan materi yang diberikan……

TENTANG TUHAN

Perjumpaan pertama saya dengan Tuhan dalam figure agama saya saat itu, begitu membekas dalam memori saya. Pengalaman ini akan saya gambarkan pada akhir buku ini, kenapa? Karena makna dari perjumpaan saya dan pengalaman hidup yang berproses bersama-Nya jauh lebih berarti dalam perjalanan spiritual saya. Saya akan mencoba berbicara lebih banyak tentang siapa Tuhan bagi saya dalam tulisan ini.
Kalau ada orang bertanya kepada saya, apakah Tuhan itu ada, saya justru akan menjawab Tuhan ada ketika memang kamu butuh Tuhan. Saya mencoba menempatkan diri dalam posisi netral tanpa embel embel bahwa saya pernah berjumpa dengan-Nya. Tuhan memang ada ketika memang kita benar benar membutuhkan-Nya. Tidak sekedar ketika anda memeluk agama dan keyakinan kemudian anda bisa mengatakan bahwa Tuhan itu ada. Juga bukan hanya ketika ada pertanyaan siapakah yang menciptakan manusia. Tuhan yang saya kenal secara pribadi sangat baik, dan sangat bijaksana. Tuhan sendiri menurut saya tidak butuh pengakuan dari manusia ciptaan-Nya. Bagi saya tidak cukup mengatakan secara pribadi bahwa ketika anda percaya Tuhan entah lewat agama dan atau keyakinan kemudian keberadaan Tuhan kemudian nyata dalam hidup anda. Sekiranya anda semua bisa hidup tanpa masalah dan beban kehidupan, bisa saya simpulkan bahwa anda tidak membutuhkan Tuhan. Jika anda bisa menemukan jawaban atas setiap permasalahan dalam hidup dan yakin darimana anda berasal dan kemana akan pergi setelah menjalani hidup maka anda bisa mengatakan bahwa keberadaan Tuhan memang tidak ada. Tuhan sudah membangun program yang maha sempurna untuk semua ciptaan-Nya di alam semesta ini. Seberapa jauh manusia mampu memahami tentang kesempurnaan program segala ciptaan-Nya tersebut tidak berhubungan dengan keberadaan Tuhan sebagai pencipta-Nya. Manusia hanya salah satu komponen dari program yang sempurna itu tadi, maka dari itu bagaimana manusia berproses didalam program itu sudah secara otomatis mendapatkan timbal balik dari berbagai pilihan yang dia jalani. Seperti manusia yang dikatakan sebagai mahluk hidup demikian pula dengan semesta yang menaungi keberadaanya juga adalah semesta yang hidup. Semua komponen didalamnya adalah sesuatu yang hidup dan saling menghidupi dalam scenario pemrograman yang sempurna. Ketika anda membutuhkan Tuhan, anda hanya sekedar menambahkan sebuah peran akan keberadaan siapa sang pencipta dan akan terlalu sulit bahkan bisa dikatakan tidak mungkin dijangkau dengan kemampuan manusia untuk mengerti bagaimana peran Tuhan dalam hubungannya dengan keberadaan itu semua. Ketika anda menyatakan secara pribadi memang membutuhkan Tuhan maka menurut saya itu jauh lebih berarti daripada hanya sekedar kata percaya atau yakin karena  saja. Jadi ketika anda memang sudah menyerah dan tak mampu mengatasi semua pertanyaan dalam diri anda maka Tuhan akan nyata keberadaannya dalam hidup anda. Menurut saya pribadi, semua hal yang anda lakukan dalam hidup untuk memanifestasikan kepercayaan dan keyakinan anda pada figure Tuhan akan sia sia tanpa suatu kesadaran sepenuhnya untuk menjaga keberlangsungan program ciptaan yang sempurna itu tadi.

PERJUMPAAN DENGAN-NYA

Bab ini adalah hal yang paling sulit untuk saya tuliskan. Saya seperti orang dalam suasana pengakuan dosa dihadapan berbagai macam orang yang lebih paham akan Tuhan dibanding saya. Tulisan ini mewakili pernyataan diri saya bahwa saya adalah orang yang gila atau sakit jiwa dan secara resmi menyandang predikat itu sekarang. Dari peristiwa perjumpaan awal yang hanya berupa symbol dan kemudian berlanjut menjadi pertemuan berikutnya menjadi hubungan yang lebih nyata dalam bentuk dialog dan penampakan fisik yang nyata dalam halusinasi saya. Saya sempat mengalami euphoria diri dalam proses awal tersebut, dan secara total mungkin ada hampir 5 tahun saya menjalani itu semua. Saya merasa menjadi orang yang sangat religius saat itu. Banyak hal yang aneh saat itu yang saya alami pasca mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan dari penglihatan berbagai macam mahluk, kesadaran dalam tidur, bermacam macam pengalaman meditasi, perjalanan astral ke berbagai dimensi kehidupan dll. Saya jalani itu semua sendiri tanpa bantuan pembimbing/guru, karena saya sendiri memutuskan untuk undur diri dari bimbingan guru beladiri dan meditasi saya setelah kurang lebih 2 tahun belajar. Tanpa sadar memang ada yang membimbing saya dalam meditasi dan mengajarkan hal-hal yang tak pernah saya ketahui sebelumnya. Dari tiga tahun kurang lebihnya setelah kemampuan dialog tersebut ada, saya perlahan mulai mencoba menolak semua kemampuan tersebut dan perlahan saya mencoba membuang semua pengalaman tersebut. Saya merasa bahwa semua itu tadi hanya khayalan atau imajinasi saya saja dan seandainya pun proses itu benar maka saya juga mempertanyakan ke diri saya sendiri, apakah saya memang layak mendapatkan semua itu. Seingat saya waktu itu memang ada maksud khusus dari Tuhan ketika saya diberikan kemampuan itu. Saya memang semacam diberikan tugas untuk mengajak/mengarahkan  kepada semua orang bahwa sebetulnya kemampuan setiap manusia untuk berdialog dengan Tuhan bukan suatu hal yang tidak mungkin. Saya berpikir saat itu menjadi hal yang mustahil bagi saya untuk menjalankan itu, tidak bisa saya bayangkan bagaimana dan seperti apa prosesnya. Perlahan saya tinggalkan kebiasaan meditasi saya dan berharap kemampuan itu akan hilang sendirinya dan saya tidak terbebani dengan maksud diberikannya kemampuan itu pada saya. Saya tidak ingin menjadi semacam nabi baru atau paranormal atau orang sakti dsb. Saya hanya ingin kembali menjadi orang normal. Untung tak dapat diraih dan malang tak bisa ditolak, ternyata kemampuan itu juga tak mau pergi dari diri saya. Kadang saat tertentu saya mendapatkan semacam vision/ penampakan visual dan memang lebih sering terjadi nyata. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan dunia roh juga masih tetap ada, tanpa ada niat apa apa kadang saya sering dihampiri orang orang yang sudah meninggal sekedar minta bantuan doa agar mendapat jalan. Saya coba simpan rapat pengalaman itu semua, kecuali pada orang terdekat seperti istri, kadang saya beritahukan keanehan saya. Istri saya juga korban keanehan diri saya ini, karena menurut dirinya saya selalu aneh saat tidur. Hampir 20 tahun lebih hal ini saya simpan, tetapi karena kemampuan tadi tidak hilang juga, maka timbul beban dalam diri saya karena pengingkaran itu semua. Dan pada akhirnya saya mengalami kejenuhan dalam perjalanan hidup saya yang serasa mentok tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Saya seperti terpaksa harus mengakui kemampuan ini dan menerima kembali apa yang dulu diamanatkan kepada saya. Saya merasa hidup saya tersandera karena kemampuan dan tugas yang diberikan kepada saya. Beberapa bulan sebelum saya menulis hal ini memang saya seperti ditagih janji saya kepada Tuhan. Saya dulu memang sempat pamitan kepada Tuhan kalau saya butuh waktu untuk mengerti itu semua, saya merasa belum cukup umur untuk menjalankan itu semua dan beberapa kali saya juga diingatkan Tuhan dan saya selalu beralasan kalau hidup saya masih susah dan nanti ketika anak anak saya sudah besar saya akan kembali ke Tuhan. Akhirnya saya angkat bendera kepada Tuhan, karena saya benar jenuh karena berbagai permasalahan hidup saya. Kesepakatan barupun saya buat, karena Tuhan mengatakan sudah saatnya saya memikirkan kepentingan-Nya dan semua permasalahan hidup saya akan Tuhan ambil alih, karena saya memang sudah lelah berpikir rasional akhirnya saya coba memahami itu semua dan ajaib perlahan paling tidak saya kembali menemukan ketenangan. Perjumpaan saya kembali secara sadar yang terakhir ini berbeda sekali dengan perjumpaan saya sebelumnya. Kalau dulu hidup terasa bahagia sekali ketika berjumpa dengan-Nya, pada pertemuan saya kali ini saya serasa kehilangan diri saya sama sekali. Seperti kehilangan makna keakuan saya, penuh kehampaan, tanpa perasaan apapun, seperti jenuh dan serasa tak hidup nyata, tetapi ada kedamaian dalam diri saya. Saya tidak lagi menjumpai Tuhan di awang-awang sana, hanya kesadaran diri saya dalam ketiadaan arti. Saya seperti tidak mengenal diri saya lagi, kadang berpikir apakah saya masih hidup karena seperti kehilangan semua keinginan pribadi saya.

MEMBONGKAR MEMORI

Saya coba menuliskan sesuatu disini tentang bagaimana proses saya berdialog dengan Tuhan, berdasarkan pengalaman saya selama ini. Apapun yang saya sampaikan ini adalah bagian dari kewajiban saya berbagi pengalaman dari karunia yang telah Tuhan berikan kepada saya. Saya tidak bermaksud untuk mengajarkan sesuatu kepada anda, karena hal ini juga bukan yang secara khusus saya pelajari. Saya mencoba menggambarkan suatu metode berdasar proses dari pengalaman saya yang coba saya bongkar kembali. Hingga saat menuliskan hal ini, saya juga dalam proses seperti belajar kembali. Kalau bukan karena petunjuk dari Tuhan setelah memang saya benar benar menyerah kepada-Nya, mungkin tulisan ini tak akan pernah terwujud. Tuhan telah memberitahukan saya bahwa pada saatnya nanti saya akan dipertemukan dengan seseorang yang akan membantu. Orang ini juga saya temukan secara tidak sengaja ketika dalam sisa kejenuhan saya akhirnya saya iseng mencoba mencari orang lewat google. Hal yang menarik adalah bahwa dari sekian orang yang saya coba cari lewat kata kunci meditasi dan berdialog dengan Tuhan akhirnya pilihan saya tertambat pada diri orang ini, padahal dari beberapa tulisan yang saya baca, justru orang ini hanya disebut hanya sekali. Saya akhirnya bisa menemukan orang yang mungkin juga dalam kategori gila seperti saya, akhirnya saya pun bisa mencurahkan segala pengalaman terpendam saya selama ini. Dan akhirnya memang mungkin sudah diatur waktunya oleh Tuhan, saya pun bisa berjumpa secara fisik dengannya. Lewat dirinyalah saya juga akhirnya juga bisa menemukan teman teman yang mungkin mempunyai pengalaman yang hampir serupa. Dia pula lah yang mendorong saya untuk menuliskan semua pengalaman ini. Pengalaman yang semula saya coba buang dan saya anggap tidak pernah ada, tetapi karena dukungannya akhirnya saya coba tulis hal ini. Saya anggap tulisan ini adalah media saya untuk berbagi dari apa yang menjadi tujuan dari karunia yang saya peroleh. Proses penulisan hal ini pun terasa sulit sekali, karena selain baru pertama kali saya menulis, ada beberapa hal yang bisa dikatakan sebagai materi yang muncul dari intuisi saya. Apapun yang muncul dari intuisi memang sulit dijelaskan secara rasional dan sistematis. Akhirnya lewat bantuan beberapa teman yang menjadi bagian dari scenario Tuhan untuk membuat tulisan ini menjadi terwujud nyata.

No comments:

 
;